Senin, 18 November 2013

Sajadah Cinta Delisa

(Oleh: Abi Aufaa) 
…………“Abang sekarang berubah, tak lagi seperti dulu”, teriakku.

aku menangis melihat sajadah yang barusan kuberikan dilempar dan dicampakkan begitu saja kemukaku dan lantas terjatuh ketanah yang berlumpur. Teramat sedih hatiku melihatnya, apalagi kulihat Bang Dimas mencibir kearahku.

“ngapain sholat? Capek! tak ada gunanya, hidup gue tetep begini aja. Gak usah lo nyuruh- nyuruh gue sholat? Pergi lo!”.

“Astaghfirullah, Istighfar, Bang”.

“Emang lo siapa, Hah? Sok ngingetin gue”.

“Aku bukan siapa- siapa, tapi setidaknya aku sudah menganggap abang seperti abangku sendiri karena dulu abang sering ngajarin dan mensehatiku, namun, kenapa sekarang justru abang yang berubah?”

“Ah, cukup, Delisa… Cukup! Aku bukan Dimas yang dulu lagi, lupakan itu, sekarang aku mau main.”

“Ayo, Bro, kita main lagi. Kita gak perlu sholat. Mending main kartu, pake taruhan keliatan kalo menang dapat uang.”

Aku mundur selangkah dan menutup mataku, meresapi apa yang baru terjadi, nafasku berat. Didepanku Bang Dimas asyik bermain kartu dengan Bang Jali, Bang Upik dan Bang Rozak. Mereka mengabaikanku. Aku berpaling. Lantas berlari menjauh. Terlalu sakit hatiku melihat perubahan pada diri Bang Dimas. Sekarang dia suka berjudi, mabuk dan bikin resah masyarakat, tak seperti dulu, saat melihatku berdiri di atas jembatan karena tak sanggup menahan beban, karena kehidupanku yang teramat miskin dan melarat. Dan aku ingin mengakhirinya. Bang Dimas datang mencegahku melakukan perbuatan bodoh itu, dia menasehatiku agar menyerahkan semuanya pada Yang Diatas. Bang Dimas memberiku sajadah yang dia pakai dipundaknya dan mengajakku sholat di musholla. Dia………..

“PRAANGG……”, aku kaget. Bunyi itu terdengar seperti kaca pecah. Dari mana? Aku memalingkan wajah. Tiba- tiba rautku berubah cemas, secercah kekhawatiran menyelimutiku. Terlihat Bang Dimas jatuh lunglai dengan kepala berdarah. Sementara didepannya Bang Upik sedang berdiri dengan memegang botol minuman keras yang sudah pecah karena terbentur sesuatu.

“Kurang ajar lo, lo udah bermain curang. Rasain lo, mampuss”, teriak Bang Upik sambil menunjuk kearah Bang Dimas. Bang Upik lantas kabur.

“Bang Dimas……”, Aku tak tahu kekuatan apa yang menggerakkan kakiku, aku berlari menghambur mendekati tubuh Bang Dimas.

“Bang Dimas, bangun…. Mengapa jadi begini? Abang harus kuat, abang jangan meniggalkanku, Aku… Aku… aku sayang sama Bang Dimas, aku tahu abang orang baik.”

Dimas tak bergeming, tubuhnya kaku, dia tak mendengar teriakan Delisa, nafasnya sudah terhenti sejak tadi.

orang- orang berdatangan berusaha memberi pertolongan, setidaknya mengantarkannya kerumah.

* * *
Sesosok berdarah memperhatikan tubuh kaku yang sedang diangkat warga itu, mirip sekali denganya. Dia perhatikan wajahnya. Persis dengan mayat itu. Dia mencoba meraba kulit mayat tersebut, namun tangannya justru menembusnya. Ada apa ini? Dia kemudian memperhatikan dua orang yang berdiri tak jauh dari situ. Mereka Jali dan Rozak.

“Lo gak ikut mengantarkan dan menyalatkan Dimas, Zak?”

“Ah, Ngapain. Dianya juga gak tau apa itu sholat.” Jawab Rozak yang masih setengah mabuk.

“Rozak, Jali, ini aku… Dimas.” sosok itu memekik. Namun mereka tak mendengarnya. Sia- sia. Dia lantas menghampiri Delisa yang sedang menangis.

“Delisa, ini aku, jangan menangis…………

Tiba- tiba sesosok makhluk yang menyeramkan berkulit hitam menyeret Dimas dengan kasar. Dimas ketakutan dan berusaha meronta, namun tak berdaya.

“Delisa, tolong aku…. Berikan sajadah itu padaku… aku ingin sholat, aku ingin tobat…..”

Sia- sia, tak ada yang mendengar…………..

The End….
Alabio, 18 Nopember 2013
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar