Senin, 21 Oktober 2013

Keadilan.

Mungkin kita pernah menjumpai orang orang baik, suka menolong orang, tidak mudah marah, tak suka mendendam; karena kebaikannya itu dia sering ditipu, “dimanfaatkan” oleh orang-orang jahat, sehingga kita melihat orang ini sampai matinyapun terkesan dalam keadaan sengsara. Sebaliknya, mungkin kita tahu ada oang yang suka menipu, jika memperoleh jabatan selalu menggunakan jabatannya untuk korupsi; walaupun demikian dia terlihat “bahagia” hidupnya, bahkan tak pernah terjerat oleh urusan hukum. Dia sangat lihai, sepertinya kebal hukum. Kalaulah ada orang yang melaporkan kejahatannya justru yang melapor itu yang masuk bui. Adilkah keadaan masyarakat kita yang banyak penduduknya sedemikian itu? Akan  begitu teruskah masyarakat kita itu? Lalu di manakah letak keadilan?
Dari sifat adilNya, Allah menentukan adanya kehidupan akhirat sebagai kelanjutan kehidupan di dunia; bentuk kehidupan ini diawali dengan adanya qiyamat, qiyamat kecil yang berupa kematian sedangkan berikutnya ada qiyamat besar dengan pengadilan di padang makhsyar nanti. Dalam pengadilan di hari qiyamat itu hakimnya adalah Allah sendiri; Allah itu seadil-adilnya hakim (QS 95:8). Allah tidak dapat disuap untuk memenangkan yang salah, ataupun disuap untuk mengalahkan yang benar.  Di saat itu orang tak dapat mengandalkan harta yang banyak ataupun anak yang berkedudukan untuk  menyelamatkan dirinya dari ancaman hukuman Allah.
Jika di pengadilan dunia ada saksi yang dapat dibayar untuk membenarkan seseorang ataupun untuk mencelakakan seseorang,  di pengadilan Allah nanti tak ada saksi  yang dapat disuap. Saksi kuncinya adalah organ tubuhya sendiri; seseorang tak dapat berkilah atau mencari-cari alasan; mulutnya ditutup, tangan dan kakinyalah yang “melapor” apa yang telah diperbuat oleh seseorang (QS 36:65).  Semua keputusan Allah didasarkan pada kenyataan dalam catatan rekaman para malaikat yang tersimpan otentik di lauhul mahfudz, yang ada utuh bagi masing-masing  individu. Dari pengadilan itu yang benar akan diberi ganjaran pahala surga, sedangkan yang salah akan mendapat  hukuman siksa neraka; semuanya sepadan dengan nilai perbuatannya dalam kehidupannya di dunia (QS 6:132); tidak ada yang dirugikan  (QS 40:17).
Allah itu Maha Penyayang. Sifat penyayangnya lebih dominan ketimbang murkaNya; murkaNya ini dapat menimbulkan bencana mendunia. Oleh karena Penyayangnya itu orang yang berbuat kebajikan dibalas  dengan pahala berlipat ganda (paling sedikit sepuluh kalinya), sedangkan jika orang berbuat salah hanya dihukumi satu saja ataupun bahkan dimaafkan jika mau betaubat (QS 4: 17-18); Allah penerima taubat (QS 6:54).
Kasih sayang Allah itu berlimpah. Rasulullah menggambarkan jika misalnya semua kasih sayangNya dibayangkan sebagai sebanyak seratus bagian, maka dengan yang satu bagian saja yang ditebarkan Allah di alam ini sudah menjadikan seekor induk hewan mau menyusui anaknya, suami-isteri saling berkasih sayang, nenek menyayangi cucunya, kakak-adik saling menyayangi. Yang selebihnya akan ditebarkan dalam kehidupan surga.
Semoga kita dapat sukses melewati pengadilan di hari qiyamat nanti dengan memperoleh kebahagiaan dalam kehidupan surga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar