Menyikapi Tahun Baru Untuk Melahirkan Pribadi Baru
(Amuntai,
26-11-2012 M/ 29 Dzulhijjah 1432 H)
Tahun baru, sebagai suatu bentuk regenerasi
perputaran waktu sudah sepantasnya kita jadikan seabagai cerminan dan ajang
evaluasi dalam rangka introspeksi diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Ini
berarti, bahwa tahun baru merupakan momentum yang tepat untuk mengadakan upaya
pembenahan diri yang dimulai dengan muhasabah untuk merenungi apa-apa yang
telah kita perbuat, menilainya dan dilanjutkan dengan upaya menata dan meniti
langkah baru dengan mempersiapkan target-target yang ingin kita capai di masa
yang akan datang. Dalam hal ini, kita perlu mempersiapkan apa saja tujuan yang
ingin kita raih; yang tentunya tujuan tersebut harus memiliki makna dan
bermanfaat bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk orang lain.
Sebagai awal proses perpindahan ke tahun berikutnya, tahun baru seharusnya kita maknai sebagai suatu proses dimana kita melakukan suatu perpindahan yang mengarah pada peningkatan dan kemajuan kualitas diri kita yang diimplementasikan pada pembentukan pribadi yang lebih baik dari sebelumnya dan pribadi yang sukses. Inilah sebenarnya yang merupakan tujuan utama dari sebuah perpindahan; yakni untuk memperoleh yang lebih baik dari yang sudah ada. Hal yang sama telah dilakukan oleh umat Islam terdahulu yang dipimpin langsung oleh Rasulullah ketika melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah. Tujuan utama dari hijrah (perpindahan) tersebut tidak lain adalah untuk mendapatkan Islam yang lebih baik, maju dan berkembang dari sebelumnya. Bahkan karena perpindahan itu pulalah, Rasulullah dapat menghimpun suatu kekuatan besar hingga akhirnya mampu mengadakan penaklukan kota Mekkah dan menguasainya.dari sinilah Islam akhirnya berkembang dengan pesat hingga ke berbagai pelosok dunia. Momen perpindahan (hijrah) itulah yang kemudian melahirkan sebuah penanggalan baru yaitu tahun hijriah.
Sebagai langkah awal untuk membentuk pribadi seperti
yang telah disebutkan, seharusnyalah kita mengetahui apa-apa saja criteria untuk
menjadi insane yang terbaik dan juga sukses itu. Dalam sebuah hadits,
Rasulullah mengisyaratkan bahwa sebaik-baik manusia itu adalah yang paling
bermanfaat bagi sesamanya. Indikasinya, salah satu syarat yang harus dipenuhi
untuk menjadi sebaik-baik manusia adalah dengan selalu berbuat kemaslahatan dan
memberikan kebaikan dan beragam manfaat bagi dirinya, terlebih lagi untuk orang
lain. Belum bisa dikatakan baik seseorang yang tertawa sementara saudaranya
menangis, sehigga dia menghiburnya. Juga orang yang makan sementara saudaranya
kelaparan, sampai dia mau berbagi dengannya. Singkatnya orang yang baik selalu
memikirkan apa yang bisa dia perbuat untuk orang lain, bukan memikirkan apa
yang orang lain perbuat untuk dirinya.
Langkah selanjutnya untuk menjadi pribadi yang
sukses, juga dituntut untuk memiliki kecerdasan. Kecerdasan ini meliputi
kecerdasan intelektual, spiritual, emosional dan penampilan. Dengan memiliki
kecerdasan intelektual yang mampu melahirkan
pemikiran- pemikiran brilian, ditambah dengan pemahaman agama yang
mantap, pengendalian emosi yang baik serta penampilan yang menarik, tentu saja
peluang untuk meraih kesuksesan itu akan terbuka lebar. Di sisi lain, orang
sukses itu sejatinya bukan orang yang memiliki banyak kekayaan dan berbagai kelebihan.
Sebaliknya, orang sukses itu sebenarnya tidak harus kaya. Akan tetapi dengan
apa yang ada pada dirinya, dia mampu memberi kepada orang lain. Belumlah sukses seseorang yang kaya tapi
masih “belum mampu” hanya sekedar bersedekah. Dia masih membutuhkan hartanya
itu untuk keperluannya pribadinya, dia tidak punya “kelebihan” harta untuk
dibagikan kepada orang lain yang jauh lebih membutuhkan dibanding dirinya. Begitu
pula belumlah sukses orang yang berilmu, kalau masih belum mau berbagi ilmu
dengan orang lain.
Dari beberapa criteria tersebut ternyata ada satu
hal yang sangat berperan sehingga kita mampu mewujudkannya, yaitu keikhlasan. Dalam
beragam kegiatan yang dilakukan, tidak boleh terdapat unsure apapun selain ikhlas
karena Allah semata. Ikhlas mengharuskan kita hanya berharap balasan dari
Allah. Amal sholeh yang dilandasi akan berbuah pahala. Konsep pahala ini hanya
berlaku untuk buat mereka yang memiliki keyakinan dan keimanan. Karena bersumber
dari keyakinan dan keimanan itulah lahirnya keikhlasan. Orang yang ikhlas
selalu yakin bahwa perbuatan baik apapun yang mereka perbuat akan selalu
mendapat ganjaran berupa pahala dari Allah SWT. Walaupun pada hakikatnya pahala
tersebut tidak bisa dilihat seperti apa bentuknya dan juga tidak bisa
dibayangkan. Akan tetapi keimananlah yang meyakinkan mereka bahwa pahala itu
benar-benar ada. Iman inilah yang akhirnya menjadi criteria utama untuk menjadi
pribadi yang lebih baik dan sukses. Seperti yang telah difirmankan oleh Allah
SWT dalam surah Al-Ashr: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian. Kecuali
orang yang beriman dan beramal sholeh”.
Dari sinilah, mengawali tahun baru ini kita harus
menanamkan niat yang ikhlas untuk menjadi pribadi yang sukses dan tidak merugi
dengan jalan meningkatkan kualitas dan kuantitas keimanan dan amal sholeh kita…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar