Senin, 08 Juli 2013

Menyikapi Tahun Baru Untuk Melahirkan Pribadi Baru



Menyikapi Tahun Baru Untuk Melahirkan Pribadi Baru 
(Amuntai, 26-11-2012 M/ 29 Dzulhijjah 1432 H)

Tahun baru, sebagai suatu bentuk regenerasi perputaran waktu sudah sepantasnya kita jadikan seabagai cerminan dan ajang evaluasi dalam rangka introspeksi diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Ini berarti, bahwa tahun baru merupakan momentum yang tepat untuk mengadakan upaya pembenahan diri yang dimulai dengan muhasabah untuk merenungi apa-apa yang telah kita perbuat, menilainya dan dilanjutkan dengan upaya menata dan meniti langkah baru dengan mempersiapkan target-target yang ingin kita capai di masa yang akan datang. Dalam hal ini, kita perlu mempersiapkan apa saja tujuan yang ingin kita raih; yang tentunya tujuan tersebut harus memiliki makna dan bermanfaat bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk orang lain.















Sebagai awal proses perpindahan ke tahun berikutnya, tahun baru seharusnya kita maknai sebagai suatu proses dimana kita melakukan suatu perpindahan yang mengarah pada peningkatan dan kemajuan kualitas diri kita yang diimplementasikan pada pembentukan pribadi yang lebih baik dari sebelumnya dan pribadi yang sukses. Inilah sebenarnya yang merupakan tujuan utama dari sebuah perpindahan; yakni untuk memperoleh yang lebih baik dari yang sudah ada. Hal yang sama telah dilakukan oleh umat Islam terdahulu yang dipimpin langsung oleh Rasulullah ketika melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah. Tujuan utama dari hijrah (perpindahan) tersebut tidak lain adalah untuk mendapatkan Islam yang lebih baik, maju dan berkembang dari sebelumnya. Bahkan karena perpindahan itu pulalah, Rasulullah dapat menghimpun suatu kekuatan besar hingga akhirnya mampu mengadakan penaklukan kota Mekkah dan menguasainya.dari sinilah Islam akhirnya berkembang dengan pesat hingga ke berbagai pelosok dunia. Momen perpindahan (hijrah) itulah yang kemudian melahirkan sebuah penanggalan baru yaitu tahun hijriah.
Sebagai langkah awal untuk membentuk pribadi seperti yang telah disebutkan, seharusnyalah kita mengetahui apa-apa saja criteria untuk menjadi insane yang terbaik dan juga sukses itu. Dalam sebuah hadits, Rasulullah mengisyaratkan bahwa sebaik-baik manusia itu adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Indikasinya, salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi sebaik-baik manusia adalah dengan selalu berbuat kemaslahatan dan memberikan kebaikan dan beragam manfaat bagi dirinya, terlebih lagi untuk orang lain. Belum bisa dikatakan baik seseorang yang tertawa sementara saudaranya menangis, sehigga dia menghiburnya. Juga orang yang makan sementara saudaranya kelaparan, sampai dia mau berbagi dengannya. Singkatnya orang yang baik selalu memikirkan apa yang bisa dia perbuat untuk orang lain, bukan memikirkan apa yang orang lain perbuat untuk dirinya.
Langkah selanjutnya untuk menjadi pribadi yang sukses, juga dituntut untuk memiliki kecerdasan. Kecerdasan ini meliputi kecerdasan intelektual, spiritual, emosional dan penampilan. Dengan memiliki kecerdasan intelektual yang mampu melahirkan  pemikiran- pemikiran brilian, ditambah dengan pemahaman agama yang mantap, pengendalian emosi yang baik serta penampilan yang menarik, tentu saja peluang untuk meraih kesuksesan itu akan terbuka lebar. Di sisi lain, orang sukses itu sejatinya bukan orang yang memiliki banyak kekayaan dan berbagai kelebihan. Sebaliknya, orang sukses itu sebenarnya tidak harus kaya. Akan tetapi dengan apa yang ada pada dirinya, dia mampu memberi kepada orang lain.  Belumlah sukses seseorang yang kaya tapi masih “belum mampu” hanya sekedar bersedekah. Dia masih membutuhkan hartanya itu untuk keperluannya pribadinya, dia tidak punya “kelebihan” harta untuk dibagikan kepada orang lain yang jauh lebih membutuhkan dibanding dirinya. Begitu pula belumlah sukses orang yang berilmu, kalau masih belum mau berbagi ilmu dengan orang lain.
Dari beberapa criteria tersebut ternyata ada satu hal yang sangat berperan sehingga kita mampu mewujudkannya, yaitu keikhlasan. Dalam beragam kegiatan yang dilakukan, tidak boleh terdapat unsure apapun selain ikhlas karena Allah semata. Ikhlas mengharuskan kita hanya berharap balasan dari Allah. Amal sholeh yang dilandasi akan berbuah pahala. Konsep pahala ini hanya berlaku untuk buat mereka yang memiliki keyakinan dan keimanan. Karena bersumber dari keyakinan dan keimanan itulah lahirnya keikhlasan. Orang yang ikhlas selalu yakin bahwa perbuatan baik apapun yang mereka perbuat akan selalu mendapat ganjaran berupa pahala dari Allah SWT. Walaupun pada hakikatnya pahala tersebut tidak bisa dilihat seperti apa bentuknya dan juga tidak bisa dibayangkan. Akan tetapi keimananlah yang meyakinkan mereka bahwa pahala itu benar-benar ada. Iman inilah yang akhirnya menjadi criteria utama untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan sukses. Seperti yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam surah Al-Ashr: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian. Kecuali orang yang beriman dan beramal sholeh”.
Dari sinilah, mengawali tahun baru ini kita harus menanamkan niat yang ikhlas untuk menjadi pribadi yang sukses dan tidak merugi dengan jalan meningkatkan kualitas dan kuantitas keimanan dan amal sholeh kita…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar