Oleh: Abi Aufaa
Tiba-tiba saja ku dengar suara
ribut-ribut di luar. Ada banyak suara, tapi aku tak mengenalinya kecuali suara
adikku. Aku mengintip lewat celah pintu kamarku. Rupanya adikku mengundang
teman-temannya datang ke rumah. Mereka bercengkrama. Suara mereka nyaring-
nyaring. Aku sedikit kesal, gak bisa apa volume suaranya diturunkan?
Ada angin apa gerangan, tak biasanya
adikku mengajak teman- temannya kumpul. Malam-malam begini pula. Aku sih tidak
mengapa ada orang yang berkunjung ke rumah. malah aku senang asalkan saja tidak
mengganggu. Malam malam seperti ini, waktunya untuk istirahat setelah pulang
tarawih. Bukannya untuk mendengar kegaduhan mereka. Apalagi subuh nanti mesti
bangun untuk sahur, sekarang harusnya sudah tidur.
Rupanya, mereka malam ini menyewa sebuah
Play Station (PS) keluaran terbaru, PS4. Katanya PS4 ini mempunyai efek tiga
dimensi apabila memakai kacamata khusus. Mereka jadi penasaran. Mereka patungan
mengumpulkan uang untuk menyewa PS tersebut. Seperti apa nanti rasanya.
Segera setelah uangnya terkumpul, mereka
pun menyewa dan memutuskan untuk main game sepuasnya malam ini. Kalau perlu
sampai sahur kata mereka. Mereka meminta adikku agar mau mengizinkan main game
di rumah kami. Adikku hanya mengiyakan.
Selesai tarawih, sekitar pukul sepuluh
mereka sudah datang. Dengan membawa PS dan beberapa buah kaset. Adikku segera
memindahkan televise ke ruang tamu. Ruang tamu cukup luas untuk menampung
teman-temannya yang berjumlah sepuluh orang itu. Ketika semua persiapan telah
selesai, dua orang temannya duduk di depan televise. Mereka harus bergantian.
Dua orang dua orang. Mereka bermain bola. Sebagai maniak bola, mereka selalu
berteriak kegirangan apabila berhasil mencetak gol. Mereka berteriak sepuasnya.
Seperti di rumah sendiri saja, aku gusar.
Aku heran, kok mereka bisa seperti itu
ya? Tidak kah mereka berpikir yang mereka lakukan itu hanya menggangu orang
istirahat saja. Sebenarnya aku marah sekali. Aku lagi capek, ingin istirahat
mereka malah rebut. Namun aku mencoba untuk bersabar. Aku tak mau menegur
mereka. Semoga saja mereka menyadari kesalahan mereka. Aku diam dan memutuskan
untuk mengetik tugas saja, dari pada berdiam diri saja karna tak bisa tidur,
lebih baik aku mengerjakan hal yang bermanfaat.
Sejenak aku berkonsentrasi mengerjakan
tugasku. Sampai tiba ku dengar mereka seperti histeris ketakutan. Namun ku
abaikan. Aku tak peduli lagi apa yang mereka ributkan. Mereka ribut seperti
biasa, pikirku. Aku memasang headset ke telinga, kuputar music di laptopku.
Nyaring.
Selang beberapa saat kemudian, aku
merasa aneh juga. Ku rasa hening saat headsetku ku lepas. Aku meyelidik. Sekali
lagi kuintip mereka lewat celah pintu. Lho, mereka kok gak ada?
Aku keluar dari kamar. Kulihat TV masih
menyala. Stik juga berhamburan. Mereka pada kemana pikirku heran. Kunyalakan
lampu ruang tamu yang sengaja mereka matikan. Supaya efek tiga dimensinya lebih
terasa ujarnya. Karenanya ruangan hanya diterangi cahaya televise, saat mereka
asyik bermain game tadi. Kulihat pintu rumah terbuka, sepertinya mereka pergi keluar.
Kupandangi lekat-lekat. Tiba-tiba sebuah kepala nongol di balik pintu. Itu
adikku. Rautnya tampak ketakutan.
“Ada apa, Akmal? Kok mengendap-endap
seperti itu?”
“Anu, Ada hantu”.
Keningku mengerut, kuhampiri adikku itu.
“Hantu?”
“Iya, Kak. Bener”
“Masa sih? Gimana ceritanya?”
“Tadi saat kami main game sepak bola,
tiba-tiba saja Mesut Ozil menendang bola dengan keras. Bolanya melambung jauh
dan keluar dari televise. Dan malah mengenaiku. Cukup sakit, Kak.”
“Masa ada bola yang keluar dari TV,
Mal?”
“Itu bolanya, Kak. Kami tidak membawa
bola saat datang kemari. Lagian itu bukan bola Akmal. Bola Akmal kan warnanya
Merah.”
Sejenak kupandangi bola itu, memang
bukan milik Akmal. Tapi itu bola Alif,
Adikku yang masih duduk di bangku kelas 6 SD. Baru tadi sore dia membelinya.
Pantas akmal belum mengetahui itu bola siapa, soalnya tadi sore dia tidak ada
di rumah. Aku terpingkal dalam hati. Aku menyadari pasti ini ulah kakak
perempuanku. Pasti dia kesal mendengar keributan mereka. Tadi sore, kulihat
bola itu ada di dalam kamar Kak Rani. Pasti deh Kak Rani yang melemparkan bola
itu ke arah Akmal dan teman-temannya tanpa sepengetahuan mereka.
Aku tersenyum, tanpa disadari Akmal.
“Makanya, kalau malam malam seperti ini
seharusnya kamu tidur, bukan malah bikin keributan seperti tadi. Kalau belum
mengantuk mending kamu ngaji saja. Dapat pahala. Kalau kalian teriak- teriak
seperti tadi orang yang ingin beristirahat jadi terganggu. Mereka pasti marah
pada kalian.”
“Termasuk hantu yaa, Kak? Apa mereka
marah bila merasa terganggu?”
“Gak tau, teman- temanmu mana?”
“Mereka sudah pulang, Kak.”
“Ya, sudah. Kamu tidur sana.”
Sekilas kulihat, ada mata mengintip di
celah pintu kamar Kak Rani, aku tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar