Selasa, 10 Desember 2013

Bola

Oleh: Abi Aufaa

Tiba-tiba saja ku dengar suara ribut-ribut di luar. Ada banyak suara, tapi aku tak mengenalinya kecuali suara adikku. Aku mengintip lewat celah pintu kamarku. Rupanya adikku mengundang teman-temannya datang ke rumah. Mereka bercengkrama. Suara mereka nyaring- nyaring. Aku sedikit kesal, gak bisa apa volume suaranya diturunkan?
Ada angin apa gerangan, tak biasanya adikku mengajak teman- temannya kumpul. Malam-malam begini pula. Aku sih tidak mengapa ada orang yang berkunjung ke rumah. malah aku senang asalkan saja tidak mengganggu. Malam malam seperti ini, waktunya untuk istirahat setelah pulang tarawih. Bukannya untuk mendengar kegaduhan mereka. Apalagi subuh nanti mesti bangun untuk sahur, sekarang harusnya sudah tidur.
Rupanya, mereka malam ini menyewa sebuah Play Station (PS) keluaran terbaru, PS4. Katanya PS4 ini mempunyai efek tiga dimensi apabila memakai kacamata khusus. Mereka jadi penasaran. Mereka patungan mengumpulkan uang untuk menyewa PS tersebut. Seperti apa nanti rasanya.
Segera setelah uangnya terkumpul, mereka pun menyewa dan memutuskan untuk main game sepuasnya malam ini. Kalau perlu sampai sahur kata mereka. Mereka meminta adikku agar mau mengizinkan main game di rumah kami. Adikku hanya mengiyakan.
Selesai tarawih, sekitar pukul sepuluh mereka sudah datang. Dengan membawa PS dan beberapa buah kaset. Adikku segera memindahkan televise ke ruang tamu. Ruang tamu cukup luas untuk menampung teman-temannya yang berjumlah sepuluh orang itu. Ketika semua persiapan telah selesai, dua orang temannya duduk di depan televise. Mereka harus bergantian. Dua orang dua orang. Mereka bermain bola. Sebagai maniak bola, mereka selalu berteriak kegirangan apabila berhasil mencetak gol. Mereka berteriak sepuasnya. Seperti di rumah sendiri saja, aku gusar.
Aku heran, kok mereka bisa seperti itu ya? Tidak kah mereka berpikir yang mereka lakukan itu hanya menggangu orang istirahat saja. Sebenarnya aku marah sekali. Aku lagi capek, ingin istirahat mereka malah rebut. Namun aku mencoba untuk bersabar. Aku tak mau menegur mereka. Semoga saja mereka menyadari kesalahan mereka. Aku diam dan memutuskan untuk mengetik tugas saja, dari pada berdiam diri saja karna tak bisa tidur, lebih baik aku mengerjakan hal yang bermanfaat.
Sejenak aku berkonsentrasi mengerjakan tugasku. Sampai tiba ku dengar mereka seperti histeris ketakutan. Namun ku abaikan. Aku tak peduli lagi apa yang mereka ributkan. Mereka ribut seperti biasa, pikirku. Aku memasang headset ke telinga, kuputar music di laptopku. Nyaring.
Selang beberapa saat kemudian, aku merasa aneh juga. Ku rasa hening saat headsetku ku lepas. Aku meyelidik. Sekali lagi kuintip mereka lewat celah pintu. Lho, mereka kok gak ada?
Aku keluar dari kamar. Kulihat TV masih menyala. Stik juga berhamburan. Mereka pada kemana pikirku heran. Kunyalakan lampu ruang tamu yang sengaja mereka matikan. Supaya efek tiga dimensinya lebih terasa ujarnya. Karenanya ruangan hanya diterangi cahaya televise, saat mereka asyik bermain game tadi. Kulihat pintu rumah terbuka, sepertinya mereka pergi keluar. Kupandangi lekat-lekat. Tiba-tiba sebuah kepala nongol di balik pintu. Itu adikku. Rautnya tampak ketakutan.
“Ada apa, Akmal? Kok mengendap-endap seperti itu?”
“Anu, Ada hantu”.
Keningku mengerut, kuhampiri adikku itu.
“Hantu?”
“Iya, Kak. Bener”
“Masa sih? Gimana ceritanya?”
“Tadi saat kami main game sepak bola, tiba-tiba saja Mesut Ozil menendang bola dengan keras. Bolanya melambung jauh dan keluar dari televise. Dan malah mengenaiku. Cukup sakit, Kak.”
“Masa ada bola yang keluar dari TV, Mal?”
“Itu bolanya, Kak. Kami tidak membawa bola saat datang kemari. Lagian itu bukan bola Akmal. Bola Akmal kan warnanya Merah.”
Sejenak kupandangi bola itu, memang bukan milik Akmal. Tapi itu bola  Alif, Adikku yang masih duduk di bangku kelas 6 SD. Baru tadi sore dia membelinya. Pantas akmal belum mengetahui itu bola siapa, soalnya tadi sore dia tidak ada di rumah. Aku terpingkal dalam hati. Aku menyadari pasti ini ulah kakak perempuanku. Pasti dia kesal mendengar keributan mereka. Tadi sore, kulihat bola itu ada di dalam kamar Kak Rani. Pasti deh Kak Rani yang melemparkan bola itu ke arah Akmal dan teman-temannya tanpa sepengetahuan mereka.
Aku tersenyum, tanpa disadari Akmal.
“Makanya, kalau malam malam seperti ini seharusnya kamu tidur, bukan malah bikin keributan seperti tadi. Kalau belum mengantuk mending kamu ngaji saja. Dapat pahala. Kalau kalian teriak- teriak seperti tadi orang yang ingin beristirahat jadi terganggu. Mereka pasti marah pada kalian.”
“Termasuk hantu yaa, Kak? Apa mereka marah bila merasa terganggu?”
“Gak tau, teman- temanmu mana?”
“Mereka sudah pulang, Kak.”
“Ya, sudah. Kamu tidur sana.”
Sekilas kulihat, ada mata mengintip di celah pintu kamar Kak Rani, aku tersenyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar