Selasa, 03 September 2013

Ciptakan Suasana Akrab di Dalam Kelas



Bagi sebagian orang, mengajar itu sangatlah sulit. Terkadang apa yang sudah kita rencanakan dirumah dan akan kita terapkan saat kegiatan belajar berlangsung menjadi tidak terlaksana ketika murid- murid yang kita hadapi tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan dan kita bayangkan. Saat murid- murid tidak merespon kita, kaku atau bahkan membuat keributan, semangat kita sangat mungkin akan menjadi drop atau bahkan menyebabkan kita marah- marah. Berbeda sekali dengan tugas dan kewajiban seorang guru yang seharusnya mengayomi mereka.
Lantas ini salah siapa? Kalau pertanyaannya seperti ini, tentu keduanya sama- sama salah. Murid- murid harusnya memperhatikan guru mereka, dan seorang guru seharusnya selalu  bersikap bijak menghadapi berbagai problem yang ia temui di kelas. Namun terlepas dari kedua hal ini, masih ada banyak hal yang sangat mungkin menjadi penyebab kesulitan yang ditemui seorang guru saat mengajar. Salah satunya adalah hubungan antara guru dengan murid.
Di amerika, hubungan antara guru dengan murid itu terjalin dengan baik. Pada saat di dalam kelas, mereka mampu memposisikan diri mereka masing- masing pada tempat yang semestinya. Murid- murid misalnya, mereka sangat menyadari bahwa guru itu adalah seseorang yang pantas dihargai. Selain itu mereka juga memahami betul apa tugas dan tanggung jawab mereka sebagai murid. Sama halnya dengan guru, mereka tahu bagaimana memperlakukan murid dengan baik.
Selain di sekolah, para guru juga membangun hubungan di luar sekolah dengan para muridnya. Hubungan mereka berubah, mereka seolah- olah adalah teman. Sehingga para murid tidak merasa takut atau sungkan mendiskusikan permasalahan mereka atau mungkin hanya sekedar berbagi. Hubungan inilah yang membuat keduanya menjadi lebih akrab.
Berbeda dengan di Indonesia, biasanya hubungan antara guru dan murid itu tidak akan berubah di manapun mereka berada. Guru ya tetap guru, murid ya tetap murid. Dan murid harus menghormati gurunya. Sebenarnya hubungan ini akan membuat ketidaknyamanan tersendiri bagi seorang murid saat menghadapi masalah mereka terutama yang berkaitan dengan pelajaran mereka.
Baiklah, terkait dengan kesulitan mengajar, factor hubungan guru dengan murid mungkin merupakan salah satu penyebabnya.
Sebenarnya, mengajar itu tidaklah sulit. Yang pertama yang harus kita lakukan  hanyalah membangun keakraban dengan murid- murid kita. Kita harus bisa menciptakan suasana seolah- olah tidak ada jarak dan tidak ada pagar yang memisahkan atau menghalangi kita dengan murid- murid kita. Murid- murid bisa menemui kita kapan saja mereka mau. Saat ini semua terwujud, maka tidak ada rasa sungkan lagi yang dirasakan oleh murid- murid dan mereka tidak akan kaku, takut dan malu lagi pada kita. Singkatnya kita harus menjadi teman bagi murid- murid kita, namun, tetap tidak mengenyampingkan hak dan kewajibkan diantara keduanya. Peran teman disini justru menjadi cukup penting, ketika fakta mengatakan bahwa seseorang justru lebih mudah dipengaruhi oleh teman dari pada ceramah seorang guru.
Yang kedua, kita harus masuk ke dalam dunia mereka. Ini bermakna kita tidak boleh menutup mata dari dunia mereka. Kita harusnya juga memberikan kesempatan yang seluas- luasnya untuk mereka berekspresi sesuai dengan daya imajinasi dan pemahaman mereka tanpa harus memaksakan konsep keteraturan yang hanya akan memberikan belenggu dan membatasi ruang gerak mereka. Peran guru disini adalah mengkondisikan suasana belajar yang menyenangkan. Konsep ini mungkin diterapkan dalam bentuk pembelajaran sambil bermain. Konsep ini mungkin akan memberikan hiburan bagi murid- murid namun di sisi lain, mereka akan menyadari mereka telah diarahkan untuk mempelajari suatu nilai dari kegiatan tersebut.
Dua hal yang harus kita lakukan di atas, sebenarnya cukup sederhana untuk diaplikasikan. Kita tak perlu memformat sedemikian rupa bagaimana pengajaran yang akan kita bawakan nantinya. Salah satu hal yang mungkin cukup sepele namun mampu menciptakan keakraban di kelas adalah candaan. Melalui candaan, murid- murid akan mengganggap kita tidak perlu ditakuti; dengan makna konotasi positif: kita adalah guru yang ramah dan tidak pemarah. Selain itu, melalui candaan kita juga sudah berarti mampu masuk ke dalam dunia mereka yang notabenenya ceria. Dengan demikian, diharapkan pembelajaran yang kita bawa akan mengalir dengan baik dan lancar karena tak seorang pun merasa terbebani oleh yang lain.
Sebagai contoh, suatu ketika aku mengajar seni budaya di sebuah kelas khusus siswi. Sebenarnya seni budaya bukanlah bidang ajarku. Aku mengajar bahasa Inggris. Namun karena rekan kerjaku yang mengampu bidang ajar itu cuti untuk sementara waktu, dia memintaku untuk menggantikannya. Bagiku itu cukup sulit harus mengajar yang bukan keahlianku. Semangatku sempat drop saat aku menyadari itu. Pasti suasana kelas akan sangat kaku dan terasa membosankan. Namun aku tetap mencoba.
“Anak- anak, hari ini kita akan mempelajari seni rupa kriya batik”, kataku.
 “Dalam membuat kriya batik itu, salah satu alat yang kita gunakan adalah canting. Hayyo, ada yang tau apa itu canting?”, tanyaku memancing partisipasi mereka,
“Canting itu cantik iyakan , Pak?” celoteh salah seorang muridku seraya tersenyum.
“ Bukan…..” sejenak aku diam, “Yang cantik itu kalian…” jawabku lagi…
Serentak kelasku dipenuhi dengan tawa, mereka mulai terlihat bersemangat dan antusias mengikuti pelajaran yang ku bawakan.
“Hahaha, Bapak bisa saja… nanti Bapak dimarahi istri Bapak lo, kalau mengatakan kami cantik”, teriak salah satu muridku lagi.
“Eits, tunggu dulu… kalian memang cantik, tapi…. Istri Bapak cantik sekali….”, balasku sambil tersenyum…
“huuuu….”, teriak murid- muridku…
“Oke, sekarang kita lanjutkan….”, Kataku.
Aku pun melanjutkan pelajaran, sementara murid- muridku sudah antusias dan siap untuk mengikuti pelajaran sampai selesai. Pelajaran pun mengalir dengan tenang dan baik.
Ternyata, mengajar itu tidak sulit loh….


Tidak ada komentar:

Posting Komentar