Bagi sebagian orang, mengajar itu sangatlah sulit. Terkadang apa
yang sudah kita rencanakan dirumah dan akan kita terapkan saat kegiatan belajar
berlangsung menjadi tidak terlaksana ketika murid- murid yang kita hadapi tidak
sesuai dengan apa yang kita harapkan dan kita bayangkan. Saat murid- murid
tidak merespon kita, kaku atau bahkan membuat keributan, semangat kita sangat
mungkin akan menjadi drop atau bahkan menyebabkan kita marah- marah. Berbeda
sekali dengan tugas dan kewajiban seorang guru yang seharusnya mengayomi
mereka.
Lantas ini salah siapa? Kalau pertanyaannya seperti ini, tentu
keduanya sama- sama salah. Murid- murid harusnya memperhatikan guru mereka, dan
seorang guru seharusnya selalu bersikap
bijak menghadapi berbagai problem yang ia temui di kelas. Namun terlepas dari
kedua hal ini, masih ada banyak hal yang sangat mungkin menjadi penyebab
kesulitan yang ditemui seorang guru saat mengajar. Salah satunya adalah
hubungan antara guru dengan murid.
Di amerika, hubungan antara guru dengan murid itu terjalin dengan
baik. Pada saat di dalam kelas, mereka mampu memposisikan diri mereka masing-
masing pada tempat yang semestinya. Murid- murid misalnya, mereka sangat
menyadari bahwa guru itu adalah seseorang yang pantas dihargai. Selain itu
mereka juga memahami betul apa tugas dan tanggung jawab mereka sebagai murid.
Sama halnya dengan guru, mereka tahu bagaimana memperlakukan murid dengan baik.
Selain di sekolah, para guru juga membangun hubungan di luar
sekolah dengan para muridnya. Hubungan mereka berubah, mereka seolah- olah
adalah teman. Sehingga para murid tidak merasa takut atau sungkan mendiskusikan
permasalahan mereka atau mungkin hanya sekedar berbagi. Hubungan inilah yang
membuat keduanya menjadi lebih akrab.
Berbeda dengan di Indonesia, biasanya hubungan antara guru dan
murid itu tidak akan berubah di manapun mereka berada. Guru ya tetap guru,
murid ya tetap murid. Dan murid harus menghormati gurunya. Sebenarnya hubungan
ini akan membuat ketidaknyamanan tersendiri bagi seorang murid saat menghadapi
masalah mereka terutama yang berkaitan dengan pelajaran mereka.
Baiklah, terkait dengan kesulitan mengajar, factor hubungan guru
dengan murid mungkin merupakan salah satu penyebabnya.
Sebenarnya, mengajar itu tidaklah sulit. Yang pertama yang harus
kita lakukan hanyalah membangun
keakraban dengan murid- murid kita. Kita harus bisa menciptakan suasana seolah-
olah tidak ada jarak dan tidak ada pagar yang memisahkan atau menghalangi kita
dengan murid- murid kita. Murid- murid bisa menemui kita kapan saja mereka mau.
Saat ini semua terwujud, maka tidak ada rasa sungkan lagi yang dirasakan oleh
murid- murid dan mereka tidak akan kaku, takut dan malu lagi pada kita.
Singkatnya kita harus menjadi teman bagi murid- murid kita, namun, tetap tidak
mengenyampingkan hak dan kewajibkan diantara keduanya. Peran teman disini
justru menjadi cukup penting, ketika fakta mengatakan bahwa seseorang justru
lebih mudah dipengaruhi oleh teman dari pada ceramah seorang guru.
Yang kedua, kita harus masuk ke dalam dunia mereka. Ini bermakna
kita tidak boleh menutup mata dari dunia mereka. Kita harusnya juga memberikan
kesempatan yang seluas- luasnya untuk mereka berekspresi sesuai dengan daya
imajinasi dan pemahaman mereka tanpa harus memaksakan konsep keteraturan yang hanya
akan memberikan belenggu dan membatasi ruang gerak mereka. Peran guru disini
adalah mengkondisikan suasana belajar yang menyenangkan. Konsep ini mungkin
diterapkan dalam bentuk pembelajaran sambil bermain. Konsep ini mungkin akan
memberikan hiburan bagi murid- murid namun di sisi lain, mereka akan menyadari
mereka telah diarahkan untuk mempelajari suatu nilai dari kegiatan tersebut.
Dua hal yang harus kita lakukan di atas, sebenarnya cukup sederhana
untuk diaplikasikan. Kita tak perlu memformat sedemikian rupa bagaimana
pengajaran yang akan kita bawakan nantinya. Salah satu hal yang mungkin cukup
sepele namun mampu menciptakan keakraban di kelas adalah candaan. Melalui
candaan, murid- murid akan mengganggap kita tidak perlu ditakuti; dengan makna
konotasi positif: kita adalah guru yang ramah dan tidak pemarah. Selain itu,
melalui candaan kita juga sudah berarti mampu masuk ke dalam dunia mereka yang
notabenenya ceria. Dengan demikian, diharapkan pembelajaran yang kita bawa akan
mengalir dengan baik dan lancar karena tak seorang pun merasa terbebani oleh
yang lain.
Sebagai contoh, suatu ketika aku mengajar seni budaya di sebuah
kelas khusus siswi. Sebenarnya seni budaya bukanlah bidang ajarku. Aku mengajar
bahasa Inggris. Namun karena rekan kerjaku yang mengampu bidang ajar itu cuti
untuk sementara waktu, dia memintaku untuk menggantikannya. Bagiku itu cukup
sulit harus mengajar yang bukan keahlianku. Semangatku sempat drop saat aku
menyadari itu. Pasti suasana kelas akan sangat kaku dan terasa membosankan. Namun
aku tetap mencoba.
“Anak- anak, hari ini kita akan mempelajari seni rupa kriya batik”,
kataku.
“Dalam membuat kriya batik
itu, salah satu alat yang kita gunakan adalah canting. Hayyo, ada yang tau apa
itu canting?”, tanyaku memancing partisipasi mereka,
“Canting itu cantik iyakan , Pak?” celoteh salah seorang muridku
seraya tersenyum.
“ Bukan…..” sejenak aku diam, “Yang cantik itu kalian…” jawabku
lagi…
Serentak kelasku dipenuhi dengan tawa, mereka mulai terlihat
bersemangat dan antusias mengikuti pelajaran yang ku bawakan.
“Hahaha, Bapak bisa saja… nanti Bapak dimarahi istri Bapak lo,
kalau mengatakan kami cantik”, teriak salah satu muridku lagi.
“Eits, tunggu dulu… kalian memang cantik, tapi…. Istri Bapak cantik
sekali….”, balasku sambil tersenyum…
“huuuu….”, teriak murid- muridku…
“Oke, sekarang kita lanjutkan….”, Kataku.
Aku pun melanjutkan pelajaran, sementara murid- muridku sudah
antusias dan siap untuk mengikuti pelajaran sampai selesai. Pelajaran pun
mengalir dengan tenang dan baik.
Ternyata, mengajar itu tidak sulit loh….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar